Beranda | Artikel
Nasehat Selepas Ramadhan
Kamis, 18 Februari 2021

Edisi 1638

  1. merasa khawatir amalan yang telah mereka kerjakan di bulan Ramadhan tidak diterima oleh Allah Ta’ala.
  2. tanda diterimanya amal.
  3. 3.Beberapa Amalan Selepas Ramadhan.

“…Mereka adalah orang-orang yang berpuasa, menegakkan shalat dan bersedekah akan tetapi mereka merasa takut amalan yang telah mereka kerjakan tidak diterima di sisi Allah. Mereka itulah golongan yang senantiasa berlomba-lomba dalam mengerjakan kebajikan.”

(HR. Tirmidzi)

Bulan yang penuh berkah telah berlalu. Bulan yang akan menjadi saksi yang akan membela setiap orang yang bersungguh-sungguh dalam mengerjakan ketaatan kepada Allah atau justru menjadi saksi yang akan menghujat setiap orang yang memandang remeh bulan Ramadhan.

Oleh karena itu, hendaknya diri kita masing-masing membuka pintu muhasabah terhadap diri kita. Amalan apakah yang kita kerjakan di bulan tersebut? Apakah faedah dan buah yang kita petik pada bulan Ramadhan tersebut? Apakah pengaruh bulan Ramadhan tersebut terhadap jiwa, akhlak dan perilaku kita?

Kondisi Salafush Shalih Selepas Ramadhan

Tidakkah kita meneladani generasi sahabat (salafush shalih), dimana hati mereka merasa sedih seiring berlalunya Ramadhan. Mereka merasa sedih karena khawatir bahwa amalan yang telah mereka kerjakan di bulan Ramadhan tidak diterima oleh Allah Ta’ala. Sebagian ulama salaf mengatakan,

”Mereka (para sahabat) berdo’a kepada Allah selama 6 bulan agar mereka dapat menjumpai bulan Ramadhan. Kemudian mereka pun berdo’a selama 6 bulan agar amalan yang telah mereka kerjakan diterima oleh-Nya.” (Lathaaiful Ma’arif hal. 232).

Oleh karena itu, para salafush shalih senantiasa berkonsentrasi dalam menyempurnakan dan menekuni amalan yang mereka kerjakan kemudian setelah itu mereka memfokuskan perhatian agar amalan mereka diterima karena khawatir amalan tersebut ditolak.

’Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu mengatakan,

”Hendaklah kalian lebih memperhatikan bagaimana agar amalan kalian diterima daripada hanya sekedar beramal. Tidakkah kalian menyimak firman Allah ’azza wa jalla, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Al Maaidah: 27).” (Lathaaiful Ma’arif: 232).

Demikianlah sifat yang tertanam dalam diri mereka. Mereka bukanlah kaum yang merasa puas dengan amalan yang telah dikerjakan. Mereka tidaklah termasuk ke dalam golongan yang tertipu akan berbagai amalan yang telah dilakukan. Akan tetapi mereka adalah kaum yang senantiasa merasa khawatir dan takut bahwa amalan yang telah mereka kerjakan justru akan ditolak oleh Allah ta’ala karena adanya kekurangan. Demikianlah sifat seorang mukmin yang mukhlis (ikhlas) dalam beribadah kepada Rabb-nya. Allah Ta’ala telah menyebutkan karakteristik ini dalam firman-Nya,

”Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka.” (Q.S. Al Mukminun: 60).

Ummul Mukminin, ’Aisyah radliallahu ‘anha ketika mendengar ayat ini, beliau merasa heran dikarenakan tabiat asli manusia ketika telah mengerjakan suatu amal shalih, jiwanya akan merasa senang. Namun dalam ayat ini Allah ta’ala memberitakan suatu kaum yang melakukan amalan shalih, akan tetapi hati mereka justru merasa takut. Maka beliau pun bertanya kepada kekasihnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Apakah mereka orang-orang yang meminum khamr dan mencuri?”

Maka rasulullah pun menjawab,

”Tidak wahai ’Aisyah. Mereka adalah orang-orang yang berpuasa, menegakkan shalat dan bersedekah akan tetapi mereka merasa takut amalan yang telah mereka kerjakan tidak diterima di sisi Allah. Mereka itulah golongan yang senantiasa berlomba-lomba dalam mengerjakan kebajikan.” (HR. Tirmidzi, Imam Al Albani menshahihkan hadits ini).

Kontinu dalam Beramal Shalih Selepas Ramadhan

Barangsiapa mengerjakan kebaikan kemudian melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas terkabulnya amal pertama. Demikian pula sebaliknya, jika seorang melakukan suatu kebaikan lalu diikuti dengan amalan yang buruk maka hal itu merupakan tanda tertolaknya amal yang pertama (Lihat Lathaaiful Ma’arif hal. 244).

Melanjutkan berbagai amalan yang telah digalakkan di bulan Ramadhan menandakan diterimanya puasa Ramadhan, karena apabila Allah ta’ala menerima amal seorang hamba, pasti Dia menolongnya dalam meningkatkan perbuatan baik setelahnya. Bukankah Allah ta’ala berfirman,

”Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga). Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (Q.S. Al Lail: 5-7).

Termasuk sebagian ungkapan rasa syukur seorang hamba atas berbagai nikmat yang telah dianugerahkan kepadanya adalah terus menggalakkan berbagai amalan shalih yang telah ia lakukan setelah Ramadhan. Tetapi jika ia malah menggantinya dengan perbuatan maksiat maka ia termasuk kelompok orang yang membalas kenikmatan dengan kekufuran. 

Apabila ia berniat pada saat melakukan puasa untuk kembali melakukan maksiat lagi, maka puasanya tidak akan terkabul, ia bagaikan orang yang membangun sebuah bangunan megah lantas menghancurkannya kembali. Allah ta’ala berfirman: 

“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai berai kembali“ (Q.S. An-Nahl: 92).

Beberapa Amal Shalih Selepas Ramadhan

Saudara sekalian, sekalipun bulan suci Ramadhan telah berakhir, namun amalan seorang mukmin tidak akan berakhir sebelum ajal datang menjemput. Allah ta’ala berfirman,

”Dan sembahlah Rabb-mu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (Q.S. Al Hijr: 99).

Jika bulan Ramadhan telah berlalu, maka seorang mukmin tidak akan terputus dalam melakukan ibadah puasa, karena sesungguhnya puasa itu terus disyari’atkan sepanjang tahun. Seorang mukmin masih bisa mengerjakan berbagai macam amalan puasa selepas Ramadhan. Diantaranya adalah puasa sebanyak enam hari di bulan Syawwal. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

”Siapa yang mengerjakan puasa Ramadhan, kemudian dilanjutkan dengan enam hari puasa di bulan Syawwal, maka itu adalah seperti puasa sepanjang tahun.” (H.R. Muslim).

Demikian pula, seorang mukmin masih bisa mengerjakan puasa sunnah senin-kamis, daud dan sebanyak tiga hari di setiap bulannya. 

Jika amalan shalat malam atau shalat tarawih di malam Ramadhan telah berlalu, maka ketahuilah bahwa shalat malam masih terus disyari’atkan pada setiap malam sepanjang tahun. Tidakkah kita mencontoh nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang senantiasa mengerjakan shalat malam hingga kedua telapak kaki beliau bengkak. Semua itu beliau lakukan untuk bersyukur kepada Rabb-nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Wahai manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan, sambunglah kekerabatan dan tunaikanlah shalat malam di kala manusia tengah tertidur, niscaya kalian akan memasuki surga dengan damai.” (H.R. Hakim. Dishahihkan oleh Al Albani).

Di samping itu ada juga berbagai amalan shalat sunnah Rawatib yang berjumlah dua belas raka’at, yaitu empat raka’at sebelum shalat Zhuhur dan dua raka’at sesudahnya, dua raka’at sesudah Maghrib, dua raka’at sesudah Isya’ dan dua raka’at sebelum Subuh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

”Seorang hamba yang senantiasa mengerjakan shalat karena Allah pada setiap harinya sebanyak dua belas raka’at dalam bentuk shalat sunnah dan bukan termasuk shalat wajib, maka niscaya Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di dalam surga.” (H.R. Muslim).

Seorang mukmin juga akan senantiasa berdzikir kepada Allah ta’ala dengan berbagai dzikir yang dituntunkan oleh nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di setiap kesempatan. Begitupula dengan berbagai amalan kebajikan yang lain seperti bersedekah, membaca Al Qur-an, dan lain sebagainya, selayaknya dilakukan oleh seorang mukmin di luar bulan Ramadhan.

Janganlah kita menjadi orang-orang yang merayakan hari ‘Iedul Fitri dengan penuh suka cita kemudian melupakan dan meninggalkan berbagai amalan yang telah digalakkan di bulan Ramadhan.

Ya Allah teguhkanlah kami di atas iman dan amal shalih, hidupkan kami dengan kehidupan yang baik dan sertakan diri kami bersama golongan orang-orang yang shalih.

Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim

Murajaah : Ustadz Abu Umair, BA., S.Pdi., M.Pd.
 https://muslim.or.id/4654-nasehat-selepas-ramadhan.html


Artikel asli: https://buletin.muslim.or.id/nasehat-selepas-ramadhan/